HATI YANG TERLUKA


Kasil Al Fasil salah seorang santri dari pondok pesentren modern yang berada di kawasan banten selatan. Ia masuk ke pondok tersebut karena keinginan orang tuanya, dengan harapan kelak anaknya menjadi anak yang sholeh, berbakti pada orang tua, dan berguna bagi nusa bangasa dan agama. Setelah lulus dari SD, bapaknya menganjaknya berbicara,“ Kasil, bapak ingin kamu sekolah di pondok menjadi santri, supaya hidupmu senang dunia dan akhirat. Jangan seperti bapak, yang bodoh dan tidak mengerti agama, bagaimana, kamu senang ?”tanya pak husni pada anaknya. “ Pak ! kasil mau sekolah di pondok, tapi nanti beliin kasil motor “. Jawab Kasil. Namun ia memberikan syarat pada bapaknya agar bapaknya membelikan motor.” Kasil, apapun yang kamu minta akan bapak kabulkan asalkan kamu mau sekolah di pondok, dan kalau bapak punya uang”. “Tapi bapakkan punya sawah dan kerbau, jual saja!” sanggah kasil pada bapaknya. Sebetulnya pak Husni bukan dari keluarga yang mampu, ia hanya seoran petani yang memiliki 5 petak sawahdan 2 ekor kerbau. Ia akan menjual satu petak sawahnya untuk biaya anaknya yang ingin masuk pondok. Begitulah orang tua, apapun dikorbankan dan diusahakan demi masa depan anaknya. Sebagai anak hendaklah kita bersyukur dan berterimakasih pada orang tua kita.



Uang hasil dari menjual sawah digunakan Pak Husni untuk mendaftarkan Kasil ke pondok modern tersebut. Lalu ia dinyatakan lulus oleh panitia. Singkat cerita Kasil 3 tahun di pondok menjadi santri. Juni, adalah bulan yang menyenangkan bagi santri pondok tersebut, namun bagi Kasil tidaklah menyenangkan, dikarenakan keinginannya belum terkabulkan. Yaitu, ingin punya motor . Bapaknya tahu kalau dia dalam kesedihan, dengan penuh hati-hati bapaknya berkata “Kasil, bukan bapak tidak ingat dengan janji bapak, tapi uangnya belum ada. Nanti kalu bapak sudah punya uang pasti bapak akan belikan”. “ pak, kan bapak masih punya sawah, jual saja sawah dan beli motor !” sahut kasil sambil berlalu ke kamarnya. Sungguh sikap seperti itu membuat hati Pak Husni terluka, tetapi Pak Husni tetap sabar. Bahakan ia menghampiri anaknya dengan membawa kado yang rapih. “ kasil ini ada hadiah buat kamu “. Diletakkannya hadiah itu di atas ranjang tempat tidur. Lalu Kasil membukanya pelan-pelan, ternyata isinya tasbih dari kayu cendana yang harum dan sebuah Al qur’an yang tuliasnnya dari tinta emas, dengan harapan ia akan tersenyum. Namun ternyata bukan ucapan terima kasih yang terucap tapi cemo’ohan yang terdengar oleh pak Husni, “ pak ! kalau Cuma tasbih dan Al quran, setiap hari Kasil juga temuin di pondok, bukan ini yang kasil mau tapi motor !”. hardik Kasil kepada Bapaknya”, dengan hati yang sedih Pak Husni meninggalkan anaknya keluar menuju ruang depan rumahnya, sambil duduk dan memetik nafas terasa menyesakkan dada, pak Husni berkata “ kalau sawah dan kerbau dijual semua, kita makan dari mana ? sawah kita tinggal 3 petak lagi dan kerbau tinggal satu ekor lagi yang lainnya sudah bapak jual untuk biaya sekolah kamu”. Tak ada jawaban dari kasil, yang ada hanyalah keheningan diantara keduanya. Esok lusa hari terkhir Kasil berada dirumah, dan dia harus kembali lagi ke pondok. “ Kasil, bagaimana sudah siap berangkat ke pondok ?” tanya bapaknya. “malas ah pak !”. jawabnya singkat. “Baiklah akan bapak belikan kamu motor tapi kamu harus tetap sekolah di pondok, pertengahan tahun nanti kamu bisa melihat motor ada di rumah. Sekarang siap-siap ke pondok !”sambil bermalas-malas Kasil pergi juga ke pondok diantar oleh bapaknya. Kira- kira satu bulan di pondok ia mencari kesempatan untuk kabur dari pondok dan entah apa alasannya ia kabur.
Ketika malam jum’at para santri bermuhadhoroh (latihan berpidato) diam-diam kesempatan itu ia pergunakan untuk kabur. Akhirnya sampai juga ia ke rumahnya pukul 01:00, malam itu bapaknya sedang melaksanakan sholat tahajud, namun seketika ia terkejut dengan suara ketukan pintu. Dibukanya hordeng jendela sedikit antara percaya atau tidak bahwa di luar itu adalah anaknya. Pak Husni memberanikan diri untuk membuka pintu, ternyata benar adanya. “Kasil,?” kenapa kamu pulang malam-malam begini, pasti kamu kabur ya nak?”. “Kasil nggak betah di pondok, kasil mau berhenti” jawabnya singkat. “ kalau kamu ingin berhenti jangan seperti caranya ! untung kamu selamat, coba kalau ada apa-apa dijalan, semua pasti repot. sudah sekarang kamu tidur ! “. dengan nada lembut Pak Husni menyuruh anaknya masuk ke kamar. Sambil merintih Pak Husni berdo’a “ ya Allah ! inikah cobaan yang kau berikan padaku, salahkah hamba memohon padamu untuk memohon padamu untuk memiliki anak yang sholeh, anak yang berbhakti pada orang tuanya, inikah yang disebut fitnah dan cobaan seorang anak pada orang tuanya ? hamba sudah lelah ya Allah. apa yang hamba lakukan yang terbaik untuk keluarga hamba”.
Tanpa sadar pak Husni tertidur di atas sajadah dan dalam tidurnya ia bermimpi kedatangan orang tua berbaju putih dan berjenggot panjang. Lalu berkata pada pak Husni “ Husni...tak ada yang basah dan tak ada yang kering di atas bumi ini, kecuali sudah termaktub dalam Al qur’an “. “tapi apakah takdirku sudah termaktub dalam Al qur’an ? tanya pak Husni. “ silahkan buka Al qu’an surat Hud ayat 36-39. “ pak Husni terjaga dari tidurnya diraihnya Al qur’an dan dibukanya lalu ia membaca sambil memahami artinya ternyata ia dapatkan sebuah cerita tentang nabi Nuh dan anaknya Kan’an. Kan’an anak yang durhaka yang tak mau mendengar nasehat orang tuanya yaitu nabi Nuh. Akhirnya, kan’an tenggelam dalam banjir, padahal nabi Nuh memohon kepada Allah untuk menyelamatkan anaknya, tapi Allah manjawab bahwa anaknya yang durhaka bukanlah golongannya. Dengan penuh rasa iba nabi Nuh meniggalkan anaknya berlayar mengendarai perahu layarnya sendiri dan orang-orang yang beriman kepada nabi Nuh. Setelah membaca arti surat Nuh, pak husni pun paham bahwa seorang nabipun mengalami cobaan yang sama seperti dirinya. Esok harinya pak Husni membuat keputusan untuk berangkat ke pondok bersama anaknya. Sampainya di pondok ia minta izin kepada pak Kyai dan wali kelas anaknya serta para ustadz untuk meninggalkan pondok.
Dengan berat hati pak Kyai dan para ustadz melepas kepergian Kasil dan bapaknya, setibanya di rumah pak Husni berkata pada Kasil “ Kasil, keinginanmu untuk keluar dari pondok sudah bapak turuti, danj inilah jalan yang kamu inginkan. Kelak jika hidupmu susah, jangan salahkan bapak, karena Bapak telah lepas dari tanggung jawab. Bila kamu mau sekolah silahkan cari biaya sendiri dan hidup sendiri, inilah keputusan bapak yang terakhir. Rumah dan sawah ini akan bapak jual, begitu pula kerbau akan bapak jual, dan hasilnya akan bapak kasih kepada pamanmu untuk membiayai adikmu karna adikmu akan bapak titipkan pada pamanmu. Bapak dan Ibu akan pergi ke jakarta mencari kontrakkan dan cari kerja di sana, adapun kamu tempuh jalanmu sendiri !”.
Tiga hari kemudian, rumah, sawah, kerbau Pak Husni sudah terjual semuanya. Dan esoknya ia dan istrinya akan pergi ke jakarta untuk mencari kontrakkan. Kasil tertunduk dan berlutut dihadapan bapaknya, mengiba dan meminta maaf sambil terisak-isak ia ingin masuk pondok lagi. Namun nasi sudah jadi bubur, hati yang luka bagaikan cermin yang retak dan susah disatukan. “Untuk apa kamu menangis, untuk apa kamu mengiba, untuk apa kamu balik ke pondok lagi. Bapak sudah tak punya apa-apa lagi, harta yang bapak punya sudah habis terjual dan kamupun sudah terlanjur memilih jalanmu sendiri”. Sahut pak Husni pada anaknya. Setelah bicara seperti itu pak Husni pun berangkat bersama istrinya. Kini kasil entah berada di mana, itulah akibat anak yang durhaka yang tak mau menuruti nasehat orang tuanya.
Waktu tak terasa sudah 3 tahun sudah, Kasil meninggalkan pondok. Namun, tiba-tiba Kasil datang lagi ke pondok saat teman-temannya diwisuda. Rupanya ia masih ingat pondok, entah siapa yang memberitahukannya bahwa bulan juni tanggal 20 ahad teman-temannya diwisuda. Ketika satu persatu temannya dipanggil ke panggung, ia menyaksikan dari kejauhan sambil menitikkan air matanya yang menandakan penyesalan. Setelah usai pemanggilan, ia duduk disudut gedung yang jauh dari panggung tanpa sadar kepalan tangannya memukul tembok yang kokoh. Sudah pasti tangannya pun berdarah dan ia menangis terisak-isak. Ia menangis bukan karena tangannya yang sakit dan berdarah, akan tetapi penyesalan yang ada di dadanya sangat menyesakkan hatinya. Tiba-tiba ada bisikan di telinganya entah siapa berkata “ wahai anak yang durhaka tak ada guna kau menyesal, kenapa kau tidak pernah menghargai jerih payah orang tuamu, kau sia-siakan usaha mereka, kini …! Hidupmu hancur, berantakan, luluh rantak karena keputusanmu”.

its mind

its mind

Mengenai Saya

Foto Saya
To2 Blog
Rangkasbitung, Banten, Indonesia
Suyanto, Alumni Daar El Qolam tahun 1995 dan sekarang sebagai pengajar aktif di PP. La Tansa
Lihat profil lengkapku

Translate Blog

anda pengunjung ke ?

Number of Visitors Website counter

ayo gabung disini

buku tamu


ShoutMix chat widget

recent post



technorati

http://www.o-om.com